Dinar The Real Money

Dinar The Real Money Blog : "Dinar Emas, Uang dan Investasiku"

Selamat Datang di MITRA DINAR BANDUNG

Selamat Datang di MITRA DINAR BANDUNG

Kami melayani pembelian dan penjualan koin emas dinar dan koin perak dirham untuk wilayah Cimahi khususnya .Kami pun menyediakan berbagai artikel yang berkaitan dengan perkembangan dinar dan dirham, Informasi pengguna M-Dinar, informasi penawaran dinar less 1 persen dan less 2 persen. Kami tidak melakukan jual beli dinar berupa mata uang kertas.



Dinar adalah mata uang berupa koin yang terbuat dari emas dengan kadar 22 karat (91,7 %) dan berat 4,25 gram. Dirham adalah mata uang yang terbuat dari Perak Murni dengan berat 2,975 gram. Dinar dan Dirham adalah mata uang yang dipakai pada zaman Rasulullah SAW . Pada era kekhalifahan Umar bin Khatab, ditetapkan bahwa Dinar dan Dirham memiliki standart seperti tersebut diatas. Di Indonesia, Dinar dan Dirham diproduksi oleh Logam Mulia, unit bisnis dari PT Aneka Tambang, Tbk, dan disertai Sertifikat setiap kepingnya. Keaslian dan keakuratan berat dan kadarnya telah diuji dan disertifikasi oleh KAN (Komite Akreditasi Nasional) dan oleh LBMA (London Bullion Market Association).

Haruskah Dinar Berupa Koin…?

Posted by Unknown

Oleh Muhaimin Iqbal
Rabu, 06 May 2009 09:04


Dalam tulisan saya tanggal 25 Februari 2009 dengan judul “Dinar Emas : 22 Karat Atau 24 Karat-Kah ?” saya menjelaskan mengenai berapa karat koin Dinar seharusnya. Kali ini saya ingin mengulas lebih dalam menyangkut apakah Dinar harus berupa koin emas atau bisa berupa emas dalam bentuk lain.


Dari sekian banyak sumber yang coba saya gali, satu-satunya dalil kuat yang mengatur tentang Dinar adalah mengatur tentang beratnya – yaitu apabila dipertukarkan sama jenis (emas dengan emas) haruslah sama beratnya.

Haditsnya adalah Riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w bersabda: “(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (denga syarat harus) sama jumlahnya dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.”


Dari tulisan sebelumnya kita ketahui bahwa dunia Islam baru mencetak dan menggunakan Dinar-nya sendiri sekitar tahun 75 H-76 H. Bisa dibayangkan saat itu betapa sulitnya mencetak Dinar dengan baik, lihat Dinar Islam diawal-awal pencetakannya seperti gambar diatas. Kalau dilihat bentuknya, tidak bisa dakatakan standar bukan ?.


Lebih jauh lagi semasa Rasulullah SAW hidup, Islam belum mencetak Dinarnya sendiri. Kurang lebih Dinar Romawi yang dipakai zaman itu dapat dilihat di Gambar dibawah, Dinar inilah yang kemungkinan besar juga dipakai dalam perdagangan di dunia Islam saat itu. Jadi sekali lagi, bentuk atau tulisan yang ada di Dinar tersebut nampaknya memang tidak diatur secara khusus dalam Islam.


Dengan pengaturan Dinar yang khusus pada berat dan tidak mengatur karat maupun bentuk, sesungguhnya mengandung banyak kemudahan dan fleksibilitas bagi umat Islam sampai akhir zaman untuk dapat tetap menggunakan Dinar emas Islam sebagai timbangan yang adil dalam muamalah dengan cara yang paling praktis sesuai dengan zamannya.


Bayangkan kalau misalnya dipersyaratkan harus berupa koin; maka bagaimana kita bisa melakukan transaksi pembelian barang seharga 0.8501 Dinar misalnya ?. Juga kalau kita mendanai pembelian Jumbo jet A 380 seharga 2.5 juta Dinar ?. Yang pertama problem pencetakan Dinar dalam pecahan kecil-kecil, yang kedua ketidak praktisan mencetak 10.6 ton Emas menjadi koin Dinar.


Sebaliknya dengan fokus hanya mengatur beratnya bahwa 1 Dinar adalah 1 mithqal emas yang setara dengan 4.25 gram emas, maka penggunaan Dinar bisa menjadi sangat fleksibel di zaman modern ini sekalipun. Transaksi pertama dalam contoh diatas 0.8501 Dinar maupun transaksi kedua 2.5 juta Dinar keduanya bisa dikelola secara efisien dengan teknologi e-Dinar, m-Dinar, egold, Goldmoney dan lain sebagainya.


Dalam seluruh system transaksi Dinar atau emas berbasis teknologi tersebut diatas, stok Dinar tidak harus dalam bentuk koin yang tercetak Dinar – melainkan stok emas lantakan yang memiliki berat yang sama. Meskipun permintaaan fisik koin tetap dimungkinkan.


Dr. Wahbah Al-Zuhayli dalam kitabnya yang banyak sekali jadi rujukan para ekonom syariah Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh, menguraikan tentang keharusan kesamaan berat dan kebebasan bentuk cetakan ini sebagai berikut :


“Bila uang ditukar dengan uang yang sama jenisnya (mis: emas dengan emas), maka keduanya harus memiliki sama berat, bahkan bila keduanya memiliki perbedaan kwalitas (kadar) maupun kwalitas cetakan. Ini mengikuti hadits tersebut diatas ‘Emas dengan emas dalam jumlah yang sama…’. Jadi jumlah emas (diukur dengan berat) adalah satu-satunya pertimbangan…”. (Vol I. Bab 8 hal 282)


Penafsiran tersebut diatas akan memudahkan aplikasi Dinar dalam kehidupan sehari-hari kita kedepan. Meskipun kita akan selalu berusaha mencetak koin Dinar sebanyak-banyaknya dengan mitra kita Logam Mulia, kalau kebutuhan masyarakat melebihi dari kemampuan Logam Mulia mencetaknya – maka account Dinar yang di-backup 100 % dengan emas lantakan seperti contoh tersebut diatas juga dapat menjadi solusi.


Bagaimana kalau pemilik account menghendaki Dinarnya secara fisik ?; tentu pengelola account harus memberikannya secara fisik – hanya kalau karena fisik koinnya tidak bisa dicetak karena terbatasnya kemampuan pencetak koin (di Indonesia hanya Logam Mulia), maka berdasarkan penafsiran hadits oleh Dr. Wahbah Zuhayli tersebut dapat pula diberi emas seberat Dinar yang mau diambil fisiknya tersebut.


Bagaimana dengan kadarnya ?, kalau tidak bisa memperoleh kadar yang pas sama (22 karat) kadarnya bisa dilebihi (24 karat – karena emas lantakan umumnya 24 karat) sehingga tidak merugikan yang berhak menerima. Penerima tidak boleh diberi emas yang beratnya kurang, walaupun kadarnya lebih. Wa Allahu A’lam.

Leave a Reply

free counters